Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH IV DI LAPANGAN KOSSUTH LAJOS, BUDAPEST (HUNGARIA) 30 April 2023 : RUPA SANG GEMBALA YANG BAIK DAN DUA HAL ISTIMEWA YANG IA PERBUAT TERHADAP DOMBA-DOMBA-NYA

Bacaan Ekaristi : Kis. 2:14a,36-41; Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; 1Ptr. 2:20b-25; Yoh. 10:1-10.

 

Kata-kata terakhir Yesus dalam Bacaan Injil yang baru saja kita dengar merangkum makna perutusan-Nya : “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dengan berlimpah-limpah” (Yoh 10:10). Itulah yang diperbuat oleh seorang gembala yang baik : ia memberikan nyawanya untuk domba-dombanya. Yesus, seperti seorang gembala yang pergi mencari kawanan dombanya, datang untuk menemukan kita saat kita tersesat. Seperti seorang gembala, Ia datang untuk merenggut kita dari kematian. Seperti seorang gembala yang mengenal masing-masing dombanya dan mengasihi mereka dengan kelembutan yang tak terbatas, Ia membawa kita kembali ke kandang domba Bapa dan menjadikan kita anak-anak-Nya.

 

Maka, marilah kita renungkan rupa Sang Gembala yang baik dan dua hal istimewa yang, menurut Bacaan Injil, Ia perbuat terhadap domba-domba-Nya. Ia memanggil mereka masing-masing menurut namanya, dan kemudian Ia menuntunnya keluar.

 

Pertama, “Ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya” (ayat 3). Sejarah keselamatan tidak dimulai dari kita, dengan jasa, kemampuan dan tatanan kita. Sejarah keselamatan dimulai dengan panggilan Allah, dengan keinginan-Nya untuk datang kepada kita, dengan kepedulian-Nya terhadap kita masing-masing, dengan limpahan kerahiman-Nya. Tuhan ingin menyelamatkan kita dari dosa dan kematian, memberi kita hidup yang berkelimpahan dan sukacita tanpa akhir. Yesus datang sebagai Gembala yang baik umat manusia, memanggil kita dan membawa kita pulang. Dengan rasa syukur, kita semua bisa mengingat kembali kasih yang Ia tunjukkan saat kita mengembara jauh dari-Nya. Ketika kita, seperti domba-domba, telah “tersesat” dan kita masing-masing “mengambil jalannya sendiri” (Yes 53:6). Yesus menanggung kesalahan dan dosa kita, menuntun kita kembali ke hati Bapa. Inilah yang kita dengar dari Rasul Petrus dalam Bacaan Kedua hari ini : “Dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu" (1Ptr 2:25). Hari ini juga, Yesus memanggil kita, dalam setiap situasi, di setiap saat ketika kita merasa bingung dan takut, kewalahan dan terbebani oleh kesedihan dan mengasihani diri sendiri. Ia datang kepada kita sebagai Gembala yang baik, Ia memanggil kita menurut nama dan memberitahu kita alangkah berharganya kita di mata-Nya. Ia menyembuhkan luka-luka kita, menanggung kelemahan kita dan mengumpulkan kita ke dalam kesatuan kawanan domba-Nya, sebagai anak-anak Bapa dan saudara-saudari satu sama lain.

 

Maka, saudara-saudari, pagi ini, di tempat ini, kita merasakan sukacita menjadi umat Allah yang kudus. Kita semua lahir dari panggilannya. Ia memanggil kita bersama-sama, sehingga kita menjadi umat-Nya, kawanan domba-Nya, Gereja-Nya. Meskipun kita beragam dan berasal dari komunitas yang berbeda, Tuhan telah mempersatukan kita, sehingga kasih-Nya yang besar dapat mendekap kita dalam satu pelukan. Ada baiknya kita bersama-sama : para uskup dan para imam, kaum religius dan kaum awam. Dan sungguh indah membagikan sukacita kita ini dengan para delegasi ekumenis, para pemimpin komunitas Yahudi, perwakilan lembaga sipil dan perwakilan diplomatik. Inilah arti kekatolikan : kita semua, yang dipanggil menurut nama oleh Sang Gembala yang baik, dipanggil untuk menerima dan menyebarkan kasih-Nya, menjadikan kandang domba-Nya menyertakan dan tidak pernah mengecualikan siapapun. Oleh karena itu, kita semua dipanggil untuk membina hubungan persaudaraan dan kerjasama, menghindari perpecahan, tidak menarik diri ke dalam komunitas kita, tidak semata peduli menjaga wilayah pribadi kita, melainkan membuka hati kita untuk saling mengasihi.

 

Setelah memanggil domba-domba-Nya, Sang Gembala “menuntunnya keluar” (Yoh 10:3). Pertama, Ia membawa mereka ke kandang, memanggil mereka masing-masing menurut namanya; sekarang Ia mengutus mereka keluar. Kita juga pertama-tama dikumpulkan ke dalam keluarga Allah untuk menjadi umat-Nya; kemudian kita juga diutus ke dunia agar, dengan berani dan tanpa rasa takut, kita dapat menjadi pewarta Kabar Baik, saksi cinta yang telah memberi kita kelahiran baru. Kita dapat menghargai proses “masuk” dan “keluar” ini dari gambaran lain yang dipergunakan Yesus. Ia berkata, “Akulah pintu. Siapa yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput” (ayat 9). Marilah kita dengarkan lagi kata-kata itu: “ia akan masuk dan keluar”. Di satu sisi, Yesus adalah pintu yang terbuka lebar yang memampukan kita untuk masuk ke dalam persekutuan Bapa dan mengalami kerahiman-Nya. Namun, sebagaimana diketahui kita semua, pintu terbuka tidak hanya untuk masuk, tetapi juga untuk keluar. Setelah membawa kita kembali ke pelukan Allah dan ke dalam Gereja, Yesus adalah pintu yang membawa kita kembali ke dunia. Ia mendesak kita untuk pergi menemui saudara dan saudari kita. Jangan pernah lupa bahwa kita semua, tanpa kecuali, dipanggil untuk ini; kita dipanggil untuk keluar dari zona nyaman kita dan menemukan keberanian untuk menjangkau seluruh pinggiran yang memerlukan terang Injil (bdk. Evangelii Gaudium, 20).

 

Saudara-saudari, “keluar” berarti kita, seperti Yesus, harus membuka pintu. Alangkah menyedihkan dan menyakitkan melihat pintu yang tertutup. Pintu tertutup keegoisan kita terhadap sesama kita; pintu tertutup individualisme kita di tengah masyarakat yang semakin terasing; pintu tertutup ketidakpedulian kita terhadap orang yang kurang mampu dan orang yang menderita; pintu yang kita tutup terhadap orang asing atau orang yang tidak seperti kita, terhadap pendatang atau kaum miskin. Pintu tertutup juga di dalam komunitas gerejawi kita : pintu tertutup bagi sesamakita, tertutup bagi dunia, tertutup bagi orang yang “tidak karuan”, tertutup bagi orang yang merindukan pengampunan Allah. Tolong, saudara-saudari, marilah kita membuka pintu! Marilah kita berusaha – dalam perkataan, perbuatan, dan kegiatan sehari-hari – seperti Yesus, menjadi sebuah pintu yang terbuka : sebuah pintu yang tidak pernah tertutup di hadapan siapa pun, sebuah pintu yang memampukan setiap orang untuk masuk dan mengalami keindahan kasih dan pengampunan Tuhan.

 

Saya ulangi hal ini terutama untuk diri saya sendiri dan saudara saya para uskup dan para imam : bagi kita para gembala. Yesus memberitahu kita bahwa gembala yang baik bukanlah perampok atau pencuri (bdk. Yoh 10:8). Dengan kata lain, ia tidak memanfaatkan perannya; ia tidak memerintah atas kawanan domba yang dipercayakan kepadanya; ia tidak menempati ruang milik kaum awam saudara dan saudarinya; ia tidak menjalankan kewenangan yang tidak lentur. Saudara-saudara, marilah kita saling mendorong untuk semakin membuka pintu : “fasilitator” rahmat Allah, sang empunya kedekatan; marilah kita siap mempersembahkan hidup kita, sama seperti Kristus, Tuhan kita dan segalanya kita, mengajar kita dengan tangan terentang dari takhta salib dan setiap hari menunjukkan kita sebagai Roti hidup yang dipecah-pecahkan bagi kita di altar. Saya mengatakan hal ini juga kepada kaum awam saudara dan saudari kita, kepada para katekis dan para pekerja pastoral, kepada orang-orang yang memiliki tanggung jawab politik dan sosial, dan kepada orang-orang yang menjalani kehidupan sehari-hari mereka, yang terkadang tidak mudah. Jadilah pintu terbuka! Perkenankanlah Tuhan sang empunya kehidupan memasuki hati kita, dengan kata-kata penghiburan dan penyembuhan-Nya, sehingga kita kemudian dapat keluar sebagai pintu terbuka di dalam masyarakat. Bersikaplah terbuka dan menyertakan, dengan demikian, dan dengan cara ini, tolonglah Hungaria bertumbuh dalam persaudaraan, yang merupakan jalan perdamaian.

 

Saudara-saudari terkasih, Yesus Sang Gembala yang baik memanggil kita menurut nama dan memperhatikan kita dengan kasih yang lembut tak terhingga. Ia adalah pintu, dan semua yang masuk melalui Dia memiliki kehidupan yang kekal. Ia adalah masa depan kita, masa depan “kehidupan yang berlimpah-limpah” (Yoh 10:10). Janganlah pernah kita berputus asa. Janganlah kita pernah direnggut dari sukacita dan kedamaian yang telah Ia berikan kepada kita. Janganlah kita pernah menarik diri ke dalam masalah kita atau berpaling dari sesama kita dengan sikap acuh tak acuh. Semoga Sang Gembala yang baik selalu menyertai kita : bersama-Nya, kehidupan kita, keluarga kita, komunitas Kristiani kita dan seluruh Hungaria akan berkembang dengan kehidupan yang baru dan berlimpah-limpah!

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 30 April 2023)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.